Senin, 05 Desember 2016

Rekayasa ekologi (Tanaman Refugia) untuk sistem produksi padi berkelanjutan dan tangguh

Ditulis: Rais Sulistyo Widiyatmoko, S.Si (Pengendali OPT Muda Dinas Pertanian DIY)
Beras  adalah makanan pokok utama untuk lebih dari sepertiga populasi dunia. Beras diproduksi dan dikonsumsi di Asia,  antara 40 sampai 46% dari semua lahan pertanian irigasi di Asia didedikasikan untuk memproduksi beras. Seperti diketahui populasi manusia di dunia terus bertambah dan ketersediaan lahan pertanian menurun, perkiraan bahwa dunia harus menghasilkan tambahan 115 juta ton beras pada 2035 untuk memenuhi permintaan peningkatan global. Ilmu pengetahuan dan kebijakan untuk mengawal produksi beras sejak awal milenium baru telah diterapkan, khususnya di Asia. Hal ini telah menyebabkan panggilan untuk investasi yang lebih besar dalam ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pertanian padi, penekanan pada intensifikasi produksi padi dan pada penguatan kemitraan yang terlibat dalam produksi beras, penyediaan beras, dan pemasaran.
Kebijakan pertanian yang muncul pada abad ke-21 akan dilaksanakan di tengah-tengah perubahan global yang cepat dalam masyarakat dan perubahan lingkungan; termasuk anomali iklim seperti peningkatan suhu global dan frekuensi kejadian cuaca ekstrem, serta menurunnya keanekaragaman hayati dan mengikis fungsi ekosistem. Selanjutnya, mengingat ketidakstabilan ekonomi global, terutama sejak 2008 (ketika Dunia mengalami krisis pangan global dan krisis ekonomi pada saat yang sama),tuntutan untuk meningkatkan produksi pangan telah menyadarkan untuk lebih melibatkan sektor swasta dalam mengembangkan strategi dan ilmu pengetahuan. Akibatnya, skenario produksi saat ini bagi banyak petani padi lebih pada tuntutan untuk meningkatkan produktivitas. Di banyak daerah, ini telah memberikan kontribusi terhadap perubahan luar biasa dalam budidaya padi, khususnya di sistem sawah irigasi dataran rendah, dan sering mendorong petani melakukan metode intensifikasi. Tanpa regulasi yang tepat dari praktek pertanian dan terutama regulasi dalam sifat dan penggunaan input pertanian seperti pestisida, intensifikasi dapat menyebabkan kerawanan pangan global dan mengurangi efisiensi fungsi ekosistem padi.
Meningkatnya penggunaan insektisida dan konsekuensinya
Tren impor input pertanian ke negara-negara penghasil beras menunjukkan peningkatan yang berkelanjutan dalam ketersediaan dan penggunaan bahan kimia pertanian, termasuk pupuk dan pestisida, selama 50 tahun terakhir. Namun, antara tahun 1995 dan 2002, China dan India keduanya bergeser dari importir pestisida menjadi eksportir utama, karena kedua negara menginvestasikan anggaran dalam industri kimianya. Pada saat yang sama, impor pestisida ke beberapa negara Asia termasuk Bangladesh, Thailand, Indonesia dan Vietnam mulai tumbuh secara siknifikan (Gambar. 1.).  Insektisida kimia tersedia banyak dari impor. Dengan tersedianya  Insektisida yang tinggi dan kemajuan dalam strategi pemasaran telah mempromosikan secara efisien penggunaan insektisida untuk petani dan mendorong mereka untuk meningkatkan aplikasi. Salah satu strategi yang membuat tuntutan penggunaan pestisida tinggi yaitu dengan menekankan jadwal aplikasi pestisida secara profilaksis(pencegahan) dan langsung didistribusikan ke pengecer atau langsung ke petani. Peningkatan mendadak dalam penggunaan insektisida oleh petani padi dari awal tahun 2000-an, diperkirakan mendasari terjadinya peningkatan dari wabah hama, termasuk wereng (Homoptera: Delphacidae) di beberapa tempat seluruh Asia. Misalnya, diperkirakan bahwa sejak tahun 2000 China telah kehilangan sekitar 1 juta ton produksi padi setiap tahunnya karena serangan wereng; lebih dari 3 juta hektar padi rusak di Thailand antara 2009 dan 2011; dan diperkirakan 200.000 hektar padi hancur di Jawa Tengah (Indonesia) pada tahun 2011 saja (Horgan dan Stuart, data tidak dipublikasikan).
Gambar. 1. Nilai impor insektisida ke 10 negara Asia (US $ 1000 / Km2 dari luas lahan) antara
tahun 1960 dan 2010 (data dari FAO 2015).

Penggunaan profilaksis (aplikasi sebelum ada serangan) insektisida telah menciptakan beberapa ketidakseimbangan dalam ekosistem padi. Selama beberapa tahun terakir, para peneliti telah menemukan keterkaitan wabah serangga di sawah, khususnya wabah wereng, dengan terlalu sering menggunakan insectisida kimia. Hal ini terjadi dalam dua cara. Yang pertama dapat disebut kebangkitan sebagai fisiologis. kebangkitan fisiologis adalah hasil dari hormoligosis(stimulasi langsung reproduksi serangga), yang merupakan respon fisiologis dari serangga target pada racun kimia yang menghasilkan peningkatan kekebalan. Mekanisme yang mendasari hormoligosis (stimulasi langsung reproduksi serangga) belum dijelaskan; Namun, di wereng respon utama ditandai dengan fekunditas (kemampuan untuk bereproduksi) tinggi, meningkatkan kesuburan jantan dan betina, meningkatkan nafsu makan, dan Kapasitas penyebaran lebih luas. Faktor-faktor ini menyebabkan kepadatan wereng yang lebih tinggi dan meningkatkan kerusakan padi. Mekanisme kedua dapat disebut sebagai kemrosotan ekologi. Di sini, insektisida mengurangi keragaman, kelimpahan atau efisiensi komponen musuh alami dari ekosistem padi. Efek negatif insektisida pada musuh alami hama penting seperti wereng dan penggerek batang (Lepidoptera: Pyralidae) telah didata dan berdasarkan beberapa studi lapangan telah menunjukkan bagaimana insektisida memiliki efek negatif pada profitabilitas pertanian. Sedangkan bahan kimia tertentu yang diketahui menyebabkan kebangkitan fisiologis telah dilarang atau dibatasi untuk digunakan dalam pertanaman padi, sebagian besar bahan kimia masih akan memiliki potensi untuk menyebabkan kemrosotan ekologi. strategi baru sekitar pengelolaan hama diperlukan.
Kebutuhan masukan metode baru pada kesehatan ekosistem padi.
Beberapa dekade intensifikasi pertanian dan insektisida berlebihan telah mengakibatkan menipisnya populasi musuh alami, serta perkembangan populasi hama yang semakin resisten terhadap insektisida dan lebih ganas terhadap varieties padi. Selanjutnya, pada lahan pertanian skala global ada beberapa spesies fungsional penting seperti penyerbuk, pemangsa dan Amfibi, hampir punah bahkan ada yang sudah punah. sawah, terutama di daerah tropis, memiliki keragaman musuh alami yang lebih tinggi, sehingga memiliki jaring makanan yang kompleks. Interaksi jaring makanan diprediksi meningkatkan stabilitas dan ketahanan ekosistem padi. Sebaliknya, hilangnya keanekaragaman hayati, dan hilangnya layanan yang diberikan oleh fauna alami sawah, diperkirakan akan  mengurangi stabilitas ekosistem dan ketahanan; ini akan menyebabkan respon yang kurang efisien dan menyebabkan gangguan seperti kebangkitan fisiologis yang berhubungan dengan insektisida, atau kenaikan kepadatan hama.
Para ilmuwan saat ini menghadapi tantangan peningkatan ketahanan pangan (termasuk produksi pangan, kualitas makanan dan keamanan pangan) sementara pada saat yang sama berhadapan dengan ketidakpastian iklim yang membutuhkan ekosistem tangguh, dan kebutuhan untuk melestarikan atau mengembalikan keanekaragaman hayati dan mengoptimalkan fungsi ekosistem. Pengelolaan Hama berbasis ekologi adalah salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut pada saat yang bersamaan memulihkan ekologi padi. Untuk mencapai ekosistem padi yang efisien, peneliti perlu fokus pada 'kesehatan ekosistem padi' di mana pestisida dianggap sebagai kontaminan lingkungan yang harus dihindari sebisa mungkin. Selanjutnya, regulasi musuh alami harus dioptimalkan dan jaring makanan dilindungi dan ditingkatkan dengan menciptakan kondisi keanekaragaman hayati dan kompleksitas interaksi interspesifik. Salah satu pendekatan untuk mencapai ini adalah metode ekologi
Rekayasa ekologi untuk kesehatan ekosistem padi
Rekayasa ekologi adalah manipulasi yang disengaja pada habitat untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan. Metode ini berbasis pengetahuan dan membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang dampak positif dan negatif sebelum pelaksanaan. rekayasa ekologi untuk pengelolaan hama terutama berfokus pada peningkatan kelimpahan, keragaman dan fungsi musuh alami di habitat pertanian dengan menyediakan perlindungan dan alternatif atau tambahan sumber makanan. Contoh dari sistem produksi tanaman lain di mana metode ini telah berhasil diterapkan untuk pengendalian hama. Misalnya, penanaman buckweed, Fagopyrum esculentum Moench, sebagai tanaman penutup di kebun anggur dan Alyssum, Lobularia maritima (L) Desv., Antara deretan sayuran menyediakan sumber daya makanan untuk predator dan parasitoid sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh hama berkurang.
Literatur awal rekayasa ekologi untuk pengendalian hama padi sebagian besar difokuskan pada mengintegrasikan bunga atau sayuran berjajar pada areal padi.
beberapa kriteria cocok tanaman yang  digunakan dalam rekayasa ekologi adalah :
  • Tanaman harus tumbuh dari biji dengan tidak perlu semai.
  • Tanaman harus cepat-tumbuh, mampu bersaing dengan gulma, dan membutuhkan perhatian minimum atau perawatan.
  • Tanaman harus awal-berbunga.
  • Tanaman harus memiliki buah atau struktur vegetatif yang memiliki beberapa nilai untuk petani, baik untuk komersial atau pribadi konsumsi / penggunaan.
  • Tanaman harus memiliki produksi yang baik.
  • Tanaman harus mengusir atau sebaliknya tidak menguntungkan bagi serangga hama padi.
  • Tanaman harus menarik arthropoda menguntungkan baik sebagai tempat perlindungan atau sumber nektar atau serbuk sari.

Finbarr G. Horgan et al. / Procedia Food Science 6 (2016) dalam journalnya yang berjudul “Applying ecological engineering for sustainable and resilient rice production systems” telah menguji coba potensi untuk 13 tanaman untuk digunakan dalam rekayasa ekolologi yaitu labu pahit, kacang hijau, ladyfinger (okra), kacang panjang, Cabai (Capsicum sp.), Kosmos (kenikir sayur) (Cosmos bipinnatus), kacang buncis (Vigna unguiculata L.), mentimun (Cucumis sativus L.), gambas ( Luffa sp.), labu (Cucurbita sp.), bunga matahari (Helianthus annuus L.), botol labu (Lagenaria siceraria Standl.) dan kecipir (Psophocarpus tetragonolobus [L.] de Candolle). tanaman ini ditanam di enam lokasi di pematang direplikasi dan dipantau selama pengembangan tanaman padi. Tanaman ini kemudian dikenal dengan tanaman refugia. Refugia merupakan suatu area yang ditumbuhi beberapa jenis tumbuhan yang dapat menyediakan tempat perlindungan, sumber pakan atau sumberdaya yang lain bagi musuh alami seperti predator dan parasitoid. Setelah diamati ternyata tanaman refugia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan musuh alami dan penyerbuk dengan mentimun, labu, gambas, dan labu pahit menarik sejumlah besar baik penyerbuk dan menguntungkan tawon parasitoid. Sistem ini juga memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dan peningkatan aktivitas burung pemakan serangga. Selain itu, banyak dari tanaman, termasuk mentimun, kacang hijau, botol labu, kacang panjang, gambas, Cabai, dan ladyfinger memproduksi sejumlah besar buah-buahan yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Insektisida yang digunakan di sawah rekayasa ekologis mengindikasikan jumlah aplikasi insektisida berkurang 75% dibandingkan dengan perlakuan kontrol petani. Meskipun demikian, lahan petani dan lahan rekayasa ekologi memiliki hasil panen padi serupa tetapi pada lahan rekayasa ekologi tersimpan US $ 150 / ha untuk insektisida dan memperoleh US $ 120 / ha dari buah buahan sayuran yang dihasilkan pada tanaman refugia tersebut. studi lapangan serupa telah dilakukan di Thailand, dan Vietnam menggunakan strip bunga. Hasil awal dari penelitian tersebut menunjukkan manfaat yang sama dengan populasi musuh alami.

Gambar. 2. keanekaragaman vegetasi yang Tinggi pada usahatani padi di Mindanao, Filipina

Gambar 3. Beberapa contoh pengembangan tanaman refugia di D.I. Yogyakarta
Arah baru dalam penelitian diperlukan untuk menciptakan ekosistem padi yang sehat. ekosistem yang sehat menganggap pestisida sebagai kontaminan dibuktikan dari hasil penelitian yang telah diidentifikasi sebagai penggerak potensi kebangkitan hama. ekosistem padi sehat menghindari bahan kimia berbahaya tetapi juga meningkatkan keanekaragaman fungsional dari daerah sawah untuk menarik organisme bermanfaat seperti penyerbuk dan arthropoda (parasitoid dan laba-laba) dan vertebrata (burung) musuh alami hama. Dengan meningkatkan keanekaragaman hayati di sawah dan meningkatkan interaksi interspesifik antara spesies komponen dalam ekosistem padi, agroekologi dan rekayasa ekologi diprediksi meningkatkan keberlanjutan dan ketahanan sistem terhadap gangguan - termasuk peningkatan mendadak kepadatan hama.

Sumber :
  1. Bouman B. ‘Talking rice’ at the food security summit. http://irri.org/index.php?option=com_zoo&view=item&layout=item&Itemid=1135 (accessed 30 November 2015)
  2. International Rice Research Institute. Preventing planthopper outbreaks in rice. http://irri.org/resources/publications/brochures/preventing-planthopper-outbreaks-in-rice (accessed 14 September 2015)
  3. Finbarr G. Horgan et al. / Procedia Food Science 6 (2016) dalam journalnya yang berjudul “Applying ecological engineering for sustainable and resilient rice production systems

0 komentar:

Posting Komentar

Situs Terkait

___________________________________

___________________________________

Anda Pengunjung ke

Mari Ngobrol

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...