Selasa, 31 Mei 2016

PROFIL SINGKAT LPHPT BANTUL

Sejarah berdiri
Laboratorium Pengamatan dan Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan (LPHPT) terletak di desa Kauman Wijirejo, Pandak  kabupaten Bantul D.I Yogyakarta, yang dirikan pada tahun 1986. LPHPT adalah laboratorium dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Proteksi Tanaman Pertanian (UPTD BPTP), merupakan salah satu unit kerja dari Dinas Pertanian Provinsi DIY yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Pertanian di bidang proteksi tanaman pangan dan holtikultura.

B. Tugas dan fungsi LPHPT
Tugas dan fungsi LPHPT sebagai berikut :
  1. Pelaksanaan pengamatan terhadap OPT (organisme pengganggu Tanaman) dan   faktor yang men mpengaruhinya
  2. Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan teknologi pengamatan dan peramalan   serta pengendalian OPT
  3. Pemberian pelayanan kepada masyarakat melalui karakteristik tanaman
  4. Pengawasan atas peredaran, penyimpangan, penggunaan, dan dampak negatif pestisida
  5. Pengamatan terhadap OPT
  6. Survey terhadap OPT
  7. Rice Garden/ screening varietas 
  8. Uji biotik wereng batang coklat
  9. Pemantauan OPT potensial dan penyakit visiologis tanaman
  10. Peramalan OPT
  11. Penentuan daerah serangan OPT/DPI
  12. Klinik tanaman.
  13. Gerakan pengendalian OPT.
 C. Tenaga kerja LPHPT
Tenaga kerja LPHPT terdiri dari :
  1. Kepala laboratorium.
  2. Sub Bagian Tata Usaha, yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas kearsipan,  keuangan, kepegawaian, pengelolaan barang, kerumah tanggaan, kehumasan, kepustakaan, serta penyusun progam dan laporan kinerja.
  3. Seksi Pelayanana Teknis, mempunyai tugas melaksanakan diagnosa, peramalan, dan penyebaran informasi organisme pengganggu tanaman (OPT).
  4. Seksi Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman, mempunyai tugas    melaksanakan sebagian tugas Balai di bidang pengembangan teknologi pengendalian organisme pengganggu tanaman dan dampak fenomena iklim. 
  5. Kelompok Jabatan Fungsional. 

Senin, 30 Mei 2016

KAJIAN DAN KONSEP DASAR PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)


Pada pertanian konpensyonal yang menitik beratkan pada pemberantasan hama sehingga petani mengunakan pestisida dalam hal memberantas hama. Dikarenakan pemikiran  petani yang masih mementingkan sebuah produksi daripada kondisi lingkungan. Akibatnya pengunaan pestisida adalah jalan keluar bagi petani. Buruknya lagi pengunaan pestisida melewati ambang normal, yang menyebabkan timbulnya masalah – masalah yang komplek baik dari segi kesehatan manusia, tanaman , maupun tanah, yang tercemar akibat pengunaan pestisisda secaraberlebihan. Pengunaan pestisida yang melebihi ambang normal ini tentunya akan menyebabkan resisten hama yang mengakibatkan kematian predator (nontarget) sehingga akan terjadi ledakan hama. Darihal tersebut tibulah suatu panduan baru yang menitikberatkan pengendalian dari pada pemberantasan hama. Sehingga lahirlah system yang dikenal dengan pengendalian hama terpadu (PHT)
Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan sebuah system pengendalian hama dan penyakit yang mengunakan gabungan pengendalian fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati,  pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya.
Pengendalian secara fisik yaitu pengendalian hama dan penyakit secara langsung. Cara ini tergolong masih tradisyonal dalam memberantas hama dan penyakit. Conoh pengendalian secara fisik ini seperti pengryopokan untuk memberantas hama tikus.
Pengendalian secara mekanik merupakan pengendalian yang digunakan dengan mengunakan perangkap, sehingga hama yang menyerang dapat ditangulangi. Contohnya dengan mengunakan kertas perekat untuk hama pasca panen seperti lalat.
Pengendalian secara bercocok tanam merupakan pengendalian yang mengunakan varietas(vegetasi) yang ditanam resisten terhadap hama, atau dalam artian lain mengunakan bibit ungul. Pengendalian dengan bercocok tanam juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan pergantian tanaman. Sehingga siklus hidup dari hama dapat terputus dan terganti dengan yang lainya.
Pengendalian dengan kimiawi, pengendalian dengan cara ini merupakan pengendalian yang terakhir dipilih dalam system pengendalian hama terpadu. Karena dengan system ini tentunya akan menyebabkan efek atau pencemaran lingkungan akibat zat- zat kimia yang tidak dapat diurai oleh alam.

1.1  Pengertian Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan system pertanian yang menggabungkan berbagai system perlindungan tanaman secara kompatibel. Sehingga melalui penerapan PHT, diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman dan lingkungan.
      Dilihat dari segi operasional pengendalian hama dengan PHT dapat kita artikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa, sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah aras kerusakan.
Dengan penerapan PHT diharapkan dapat menghemat pengeluardan petani dan serta dapat menjaga lingkungan agar tetap setabil.

1.2 Konsep Dasar Pengendalian Hama Terpadu

Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional, yang sangat utama dalam manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat meningkatkan biaya produksi dan dampak samping yang merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun masyarakat secara luas. Dampak yang terjadi menyebabkan pengendalian dengan cara konvensyonal ini diganti agar nantinya dalam pengendalian hama dan penyakit dapat menguntungkan bagi petani, misalnya dalam penghematan biaya oprasyonal pengunaan pestisida.
Dengan banyaknya hama, penggunaan musuh alami menjadi tidak dapat diandalkan lagi. Selanjutnya konsep pengendalian hama terpadu mulai dikembangkan dengan penekanan bahwa insektisida masih tetap digunakan, tetapi secara efektif, dengan demikian musuh alami masih dapat dipertahankan keberadaannya di ekosistem. Integrasi teknik ini kemudian dikembangkan lebih lanjut, termasuk di sini adalah penggunaan teknik lain seperti tumbuhan resisten dan pelestarian musuh-musuh alami yang sudah merupakan suatu keharusan dalam pengendalian terpadu ini.
Dari hal tersebut dibentuklah PHT sebagai solosi mengatasi kondisi yang terjadi dikalangan petani. dengan mengabungkan pengendalian fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati,  pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya. Sehingga nantinya dengan penerapan PHT ini dapat mengurangi pencemaran, biaya yang dikeluarkan, tentunya dapat mensejahterakan petani dan masyarakat pada umumnya.
Pada prinsipnya, konsep pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama yang dilakukan dengan mengggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah di bawah ambang batas yang merugikan. Pengendalian hama terpadu berpegang pada prinsi-prinsip sebagai berikut :
1.      Pemanfaatan pengandalian alami (secara biologis dan mekanis) seoptimal mungkin, dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat mematikan musuh alami atau organism yang bukan sasaran.
2.      Pengolahan ekosistem dengan mengubah microhabitat sehingga tidak menguntungkan bagi kehidupan organism pengganggu (hama dan pathogen), melalui teknik budidaya yang intensif : penanaman bibit dari varietas yang tahan hama dan penyakit, pergiliran tanaman untuk memutus siklus hidup hama dan pathogen, sanitasi (kebersihan) lingkungan pengolahan tanah secara intensif, pemberian air pengairan yang sehat, pemupukan yang berimbang menurut kebutuhan, dan pengaturan jarak tanam.
3.      Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu dengan memperhatikan waktu, dosis, dan efektivitas. Pestisida harus digunakan pada saat yang tepat, yakni pengendalian dengan cara lain sudah tidak memungkinkan lagi. Dosis juga harus tepat, menurut kondisi setetmpat dan luas areal yang terserang. Dengan demikian, efek letal pestisida tidak mempengruhi areal pertanaman yang lain. Penggunaan pestisida juga harus efektif, yaitu memilih jenis pestisida yang mempunyai daya racun tinggi dan hanya mematikan hama atau pathogen sasaran.

1.3  Unsur-Unsur Dasar Pengendalian Hama Terpadu
Terdapat empat unsur dasar setiap program PHT adalah pengendalian alamiah, pengambilan (sampling), tingkat ekonomik dan pengetahuan yang lebih mendalam tentang biologi dan ekologi dari semua jenis serangga yang penting dalam sistem itu. Setiap unsur adalah penting dan memberikan bantuan peran yang lebih besar kepada semua komponen yang dapat diterapkan dan disesuaikan dalam setiap pengelolaan serangga hama.
A.    Pengendalian Alamiah (Natural Control)
Pengendalian secara alamiah, yaitu pengendalian dengan menggunakan predator dan parasit atau pengendalian secara hayati (biologis) yang terjadi di alam. Dalam hal ini apabila populasi serangga hama rendah maka serangga tersebut bukan merupakan hama yang mengganggu.
B. Tingkat Ekonomik (Ambang Ekonomi)
Tingkat ekonomik atau ambang ekonomi adalah sampai berapa tinggi tingkat populasi serangga hama, sehingga pengendalian perlu dimulai untuk mencegah kerusakan ekonomis lebih lanjut dari tanaman yang dibudidayakan tersebut.
Apabila serangga hama telah merugikan bagi petani, serta telah menurunkan kualitas dan hasil produksi tanaman yang dibudidayakan oleh petani tersebut maka hal tersebut yang disebut telah mencapai ambang ekonomi. Maka tindakan menggunakan pestisida baru akan diambil oleh petani untuk memusnahkan hama dan penyakit tersebut.
C.     Biologi dan Ekologi Serangga
Pengetahuan tentang biologi dan ekologi serangga hama dan serangga-serangga yang berguna adalah sangat penting dalam menyusun strategi pengendalian terutama dalam pengendalian hama dan penyakit.
Informasi baru tentang hama dapat memeberikan kunci atau bahkan cara yang lebih baik dalam memecahkan masalah hama tersebut. Hal tersebut dilakukan juga untuk menghindari agar hama tidak resisten terhadap pestisida, dikarenakan hal tersebut dampak mengakibatkan meledaknya penggunaan pestisida itu sendiri. Pestisida pun tidak baik untuk manusia dan lingkungan, sebaiknya penggunaan pestisida disesuaikan dengan biologi dan ekologi serangga tersebut.

1.4 Sumber Tulisan
Arianto.2010 sumber: http://sobatbaru.blogspot.com/2010/08/konsep-pengendalian-hama-terpadu-pht.html  waktu pengunduhan :15:00wita 4/3/2012
 Warlinson.2009 sumber: http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/pht/ waktu pengunduhan :15:15wita 4/3/2012

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN


Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah hewan atau tumbuhan baik berukuran mikro ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan mematikan tanaman yang dibudidayakan. Berdasarkan jenis seranganya OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu hama, vektor penyakit, dan gulma. 

Hama adalah hewan yang merusak secara langsung pada tanaman. Hama terdapat beberapa jenis, diantaranya adalah insekta (serangga), moluska (bekicot, keong), rodenta (tikus), mamalia (babi), nematoda, dll. Serangan hama sangat terlihat dan dapat memberikan kerugian yang besar apabila terjadi secara massive. Namun serangan hama umumnya tidak memberikan efek menular, terkecuali apabila hama tersebut sebagai vektor suatu penyakit.

Vektor penyakit atau biasa disebut sebagai faktor pembawa penyakit adalah organisme yang memberikan gejala sakit, menurunkan imunitas, atau mengganggu metabolisme tanaman sehingga terjadi gejala abnormal pada sistem metabolisme tanaman tersebut. Beberapa penyakit masih dapat ditanggulangi dan tidak memberikan efek serius apabila imunitas tanaman dapat ditingkatkan atau varietas tersebut toleran terhadap penyakit yang menyerangnya. Namun terdapat pula penyakit yang memberikan efek serius pada tanaman dan bahkan menyebabkan kematian. Beberapa vektor penyakit tanaman adalah virus, bakteri, dan cendawan. Umumnya gejala penyakit memiliki efek menular yang sangat cepat dan sulit dibendung.

Gulma adalah tumbuhan liar yang tidak dikehendaki tumbuhnya dan bersifat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan. Gulma memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada pertumbuhan tanaman, meskipun biasanya tidak menimbulkan kematian. Gulma bisa disebut juga sebagai kompetitor penyerap nutrisi daerah perakaran tanaman. Apabila pertumbuhan gulma lebih cepat dibandingkan tanaman, maka sudah dapat dipastikan tanaman yang dibudidayakan akan mengalami pertumbuhan yang tidak optimal. Beberapa jenis gulma bahkan ada yang memberikan efek racun pada perakaran tanaman, seperti kandungan metabolit sekunder (cairan) pada akar alang-alang.

Sehubungan dengan konsep pertanian organik, maka tata cara pencegahan ataupun penganggulangan OPT harus menggunakan bahan-bahan organik dan teknis yang ramah lingkungan. Zat-zat yang digunakan untuk mencegah dan menanggulangi OPT secara organik biasa disebut sebagai pestisida nabati (pesnab). Bahan-bahan pesnab sebenarnya banyak ditemukan dan dapat dengan mudah diperoleh di lingkungan sekitar. Berdasarkan kegunaannya, pesnab terbagi menjadi 3, yaitu pesnab yang bersifat repellant (penolak), antraktant(penarik/perangkap), dan antifeedant (mengurangi nafsu makan).

Selain menggunakan pestisida nabati, pencegahan dan penanggulangan dapat melalui kultur teknis dan predator hama. Kultur teknis adalah suatu perlakuan pada teknis budidaya tanaman untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak serangan hama atau penyakit. Kultur teknis mulai dilakukan semenjak fase pembibitan tanaman hingga pemanenan. Beberapa contoh kegiatan kultur teknis diantaranya adalah menggunakan jarak tanam yang lebar, melakukan bera untuk tanaman sejenis atau satu famili, gilir varietas, dll. Sedangkan predator hama digunakan sebagai musuh alami hama yang menyerang tanaman. Setiap hama memiliki musuh alami atau pemangsanya masing-masing. Oleh karena itu, musuh alami perlu pertahankan secara alami di lahan atau dengan sengaja melepas musuh alami yang sudah dikembangbiakkan secara khusus.

Situs Terkait

___________________________________

___________________________________

Anda Pengunjung ke

Mari Ngobrol

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...